Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagian

Hingga hari ini Surya belum mampu mencerna rasa kebahagiaan. Di usianya yang matang sebagai seorang pria dengan karir yang menjulang tinggi, belum dia jumpai juga kebahagiaan yang dia dambakan. Pagi-pagi sudah muncul penderitaannya.

“ Pi aku kan maunya kuliah di luar negeri, Papi tidak mengerti apa?” Puput, anak bungsunya merajuk manja di tengah sarapan pagi bersama.

Surya diam saja, dia tahu jawabannya tidak akan memuaskan putrinya itu. Surya tetap makan dengan tenang namun dalam hatinya menggerutu. Lagi-lagi sarapan paginya terganggu hingga membuatnya nyaris kehilangan selera makan.

Melihat papinya diam saja, Puput tahu itu artinya: tidak!. Dia sudah sangat mengenal watak papinya.

Wajah Puput cemberut. Membuang muka lalu pergi meninggalkan sarapan paginya. Berlari naik ke lantai atas rumah besar itu. Masuk ke kamarnya kemudian membanting pintu keras.

Suara berdebam daun pintu yang terbanting sudah sering didengarnya. Jika bukan Puput, atau Bayu yang melakukannya, kadang istrinya. Tentu yang paling mahir. Jika keinginan mereka tidak dipenuhi.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Dia menelan ludahnya. Istrinya yang mahir membanting pintu itu juga tengah cemberut. Ikut-ikutan dengan anak bungsu mereka.

Istrinya yang masih cantik, yang tubuhnya juga masih sintal, yang seharusnya bisa membuat dia lebih mudah memaknai kebahagiaan, sudah terlanjur mengumbar kepada semua ibu-ibu arisan yang suka bersaing dan saling sirik itu, kalau semua anaknya bakal dikuliahkan ke luar negeri. Tidak terkecuali Puput yang sebentar lagi lulus sekolah.

Nah, sekarang mau ditaruh dimana mukanya, jika seandainya si Puput putrinya itu tidak jadi kuliah di luar negeri. Bisa jatuh gengsinya di depan ibu-ibu arisan tersebut.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Kali ini istrinya yang gantian meninggalkan meja sarapan. Dia sering bosan di rumah. Menghadapi suami kolot, yang pola pikirnya tidak pernah dapat dia pahami. Suami yang selalu lupa menjaga gengsi. Patuh dengan kesederhanaan yang klise.

“Untuk apa uang banyak kalau segalanya harus dihemat?”cecarnya suatu ketika kepada si suami. “Kalau sudah kaya seperti ini mau apalagi, selain menikmati kekayaan ini. Menikmati kebahagiaan”istrinya mengomel.

“Apa mami belum juga mengerti kalau kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang?”

“Siapa bilang? Aku buktinya. Aku akan sangat bahagia jika Papi mau membelikan aku berlian.”

Surya mendengus. Jangan-jangan inilah sumber ketidakbahagiaannya karena mempunyai istri yang materialistis. Selalu mengukur segala sesuatu dengan uang. Bisa jadi jika diminta memilih antara berlian dengan dirinya, istrinya akan memilih berlian.

“Ada juga orang yang kaya, yang mampu membeli ini dan itu tapi toh tidak mampu membeli kebahagiaan, seperti Papi contohnya,”ujarnya terus terang.

Tapi sang istri malah marah, matanya melotot. “Maksudnya Papi tidak bahagia selama ini hidup dengan Mami? Papi ingin yang lebih, wanita yang lebih muda dan lebih cantik, Begitu maksud Papi?”

Surya bungkam. Dia memang pernah mencoba membeli kebahagiaan itu pada saat menyusuri jam-jam malam ibukota dengan sekretarisnya Siska. Namun ketika kodrat alamiah yang ada pada dirinya memperoleh penyalurannya, dia hanya merasakan kenikmatan yang sesaat. Rasa berdosa menggelayuti hatinya.

Bagaimana dia dapat bahagia jika melakukan sesuatu yang dia anggap tidak benar? Sesuatu yang menurut dia tidak pantas untuk dilakukan. Akh, barangkali dia memang tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan sejati.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Maka sepanjang malam kemudian Surya berkeliling saja di dalam rumah. Dia sudah mulai malas meladeni istrinya di tempat tidur. Setiap kali akan melakukannya dia selalu terbayang wajah cemberut istrinya , sifat materialistisnya, filosofinya tentang uang, pemahamannya tentang hidup yang begitu sempit, dan kebahagiaannya yang semu: dengan berlian maka ada kebahagiaan.

Akh, entah mengapa kodrat alam menjodohkannya dengan wanita yang seperti itu.

Barangkali juga anak-anaknya yang menjadi sumber ketidak bahagiaannya. Mereka berdua keras kepala. Akh, Anak-anaknya ini yang dengan susah payah di besarkan dengan pengetahuan agama yang tidak sedikit, hanya memberikan kecemasan yang mungkin sebentar lagi akan menjadi penyakit jantung dan darah tinggi.

Bayu putranya, perangainya kasar. Seringkali berbicara kepadanya dengan bahasa yang tidak sopan dan menghardik pembantunya Bi Jum. Entah berapa kali dia harus menampar wajah anak itu.

Bayu pernah tersangkut kasus narkoba dan sempat ditahan hampir semalaman kalau tidak buru-buru Surya mengeluarkan uang tunai untuk menebusnya.

Yang kemudian membuat istrinya tersenyum sinis “Papi sekarang sudah tahu kan gunanya uang. Sekarang Papi sudah tenang karena Bayu sudah bebas. Coba kalau Papi tidak punya duit, bisa-bisa Bayu di penjara bertahun-tahun karena menyimpan narkoba, dan Papi pasti malu.”

Selama Bayu kuliah Seni di negeri Inggris, Bayu tidak berhenti meminta untuk dikirimkan uang dengan beribu macam alasan. Uang makan dan uang kuliah serta sewa flat, katanya. Dan lagi-lagi di handphone adiknya, si Puput, Surya mendapati foto-foto Bayu dengan latar belakang tempat-tempat eksotik di belahan dunia.

Entah, mungkin sekarang Bayu sudah keliling dunia. Menghabiskan uangnya dan meninggalkan kuliahnya. Mungkin begitulah cara hidup dan kebahagiaannya.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Sementara Puput, putri satu-satunya yang masih coba dia selamatkan jiwanya, hingga sekarang belum memiliki kepribadian yang matang. Anak manja itu mulai suka keluar malam-malam.

Seperti saat ini, dia beberapa kali mencoba keluar rumah lewat pintu belakang. Tapi langsung berbalik begitu melihat sosok surya yang menyusuri seluruh ruang rumah yang temaram.

Dari ruang kerja, Surya berjalan diam, dengan kedua tangan di belakang. Masuk ke ruang keluarga. Menatap bisu ke aquarium yang terangnya membuatnya mampu menangkap bayangan Puput ketika menuruni tangga pelan-pelan, dengan dress birunya yang terbuka.

“Mau kemana kamu malam-malam begini,” mendengar hardikan itu Puput langsung bersungut-sungut naik kembali ke kamarnya. Lalu mencoba mengintip dari lantai atas mencari saat yang tepat untuk menelusup keluar.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Teras rumahnya menghadap pada sebuah taman yang indah. Kehadiran lampu taman memberi warna yang berbeda pada kelopak-kelopak mawar , anggrek dan kemboja. Suara percik air mancur yang jatuh.

Rumah ini begitu indah di malam hari. Tapi mengapa tidak mampu memberi kebahagiaan padanya. Dia semakin gelisah. Jelas terbaca dari raut wajahnya yang kuyu dan pandangannya yang nanar.

Akh, padahal tidak mudah meraih apa yang dimilikinya saat ini. Pada masa yang lampau dia harus bergumul dengan kesulitan keuangan yang parah, yang telah membuatnya tergila-gila dengan pekerjaan.

Dia tidak pernah puas. Setelah satu masih ada dua, tiga, empat, dan beberapa buah anak tangga yang berhasil di pijaknya untuk menuju tingkat kesuksesan.

Kala itu dia benar-benar yakin, nyaris sama yakinnya dengan istrinya yang sekarang tengah mendengkur sendirian di kamar, bahwa tidak lain dan tidak bukan sumber penderitaannya adalah kemiskinanya yang akut.

Karena itu hanya kekayaan atau harta yang banyaklah yang mampu menghilangkan penderitaan dan memberinya kebahagiaan.

Namun nyatanya hartanya itu hanya mampu membeli kesenangan-kesenangan semu belaka, dan belum mampu membeli kebahagiaan.

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Udara malam mulai membuatnya menggigil. Mungkin sebaiknya dia tidur dan memimpikan kebahagiaannya. Ia berharap agar matahari yang muncul esok hari mampu membakar semua pertanyaan itu.

baca juga : Mantra Ajaib Badrul

Dia segera menutup pintu teras itu lalu melangkah menuju kamar dimana istrinya tertidur lelap. Tampaknya sudah dini hari karena pembantunya Bi Jum telah terbangun dan bergumul di dapur.

Terdengar suara gemericik panci yang diisi air. Dia memutuskan menjumpai perempuan yang sudah dua puluh tahun lebih bersamanya itu. Dia ingin dibuatkan segelas susu hangat.

Surya melangkah masuk ke dapur. Kala melihat Bi Jum dia berhenti sejenak mengamatinya dari belakang tanpa suara. Bibi itu menoleh, tampak kaget dan melihatnya aneh.

“Selamat pagi Tuan.” Bi Jum menyapa.

“Pagi Bi “. ucapnya lalu diam kembali. Hening sejenak, yang terdengar hanya suara desis api yang menyala di kompor .

“Sepertinya Tuan belum tidur semalaman?”Bi Jum memberanikan diri bertanya. Dia merasa kurang nyaman dengan sikap diam yang ditunjukkan majikannya.

“Sulit tidur Bi.” Surya menjawab lesu. Lalu tiba-tiba mengingat kembali dirinya. “Akh, Bi, tolong buatkan aku segelas susu.” pintanya kemudian menarik kursi yang menghadap ke meja bundar tempat biasa supir, tukang kebun, dan Bibi makan bersama.

Dia kembali termenung. Dalam hati bertanya. Bi Jum telah menghabiskan waktu puluhan tahun bersamanya dan tidak pernah mendapati perempuan itu mengeluh. Namun sebaliknya Bi Jum selalu terlihat bahagia.

Saat Bi Jum meletakkan segelas susu hangat di depannya, Surya langsung menanyakan itu padanya.

“Bi, apakah Bibi senang bekerja di sini?” Surya pelan bertanya. Dia sedang berselera melakukan percakapan dengan perempuan itu. Sesuatu yang jarang terjadi.

Mendapat pertanyaan seperti itu Bi Jum merasa semakin aneh ,wajahnya menjadi sedikit tegang.

“Iya Tuan, saya senang disini. Memangnya ada apa Tuan. Apakah Tuan ingin menggantikan saya dengan pembantu yang lain?”

Surya tersenyum. Menepuk sisi meja di sebelahnya, meminta Bibi untuk duduk.

“Bukan begitu Bi, saya hanya ingin mengetahui perasaan Bibi. Apakah Bibi dengan kehidupan Bibi saat ini tidak merasakan ada yang kurang?, apakah Bibi tidak mempunyai keinginan yang lain, yang lebih besar, yang bisa membuat Bibi bahagia?”

Bibi tersenyum lega. Ini pertanyaan baru baginya.

“Ah Tuan, apalagi yang Bibi harapkan. Semua anak Bibi sudah besar. Sekolahnya lancar, pekerjaan dapat dan sudah menikah. Itu semua berkat kebaikan hati Tuan dan Nyonya. Tentu saja Bibi bahagia disini. Apalagi Tuan dan Nyonya sekeluarga sudah Bibi rasakan seperti keluarga sendiri. Melihat anak-anak Bibi hidup tenang, senang seperti nyonya dan Tuan, sudah membuat Bibi bahagia. Apalagi yang kurang coba?”

“Bukankah suami Bibi sudah pergi meninggalkan Bibi dan kawin lagi dengan perempuan lain? dan anak Bibi yang saya tahu ada satu yang tidak akur dengan Bibi?” Surya tanpa segan bertanya pertanyaan yang bisa saja membuat Bibi seperti dipaksa mengakui penderitaannya.

Tapi tetap tak ada perubahan pada wajah Bibi yang selalu tampak bahagia. Dia tersenyum ke arah Surya “Benar Tuan, tapi toh itu tidak bisa menghalangi Bibi untuk berbahagia dan bersyukur kepada gusti Allah. Masih banyak yang bisa membuat Bibi senang. Anak-anak Bibi lainnya, kebaikan Tuan dan Nyonya sekeluarga, keluarga di kampung yang masih miskin yang selalu senang jika dikirimkan sesuatu oleh Bibi. Benar Tuan, Bibi belum kehabisan sesuatu yang juga bisa membuat Bibi bahagia”

Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagiaan

Surya terdiam. Wajahnya seperti membeku di depan Bibi, lalu tiba-tiba dia tersenyum sendiri. Senyum yang memberi pertanyaan dalam hati pembantunya, apakah tuannya benar-benar sudah tidak waras seperti yang dikatakan putrinya,Puput. Tapi Bibi membiarkan saja majikannya itu. Surya dengan wajahnya yang tiba-tiba cerah seperti memperoleh semangat baru, berdiri lalu melangkah keluar meninggalkan dapur dengan segaris senyum di bibirnya.

Mengapa begitu rumit? Kebagiaan itu sederhana nyatanya(*)

share : MEMBELI KEBAHAGIAAN

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

4 pemikiran di “Cerita Inspiratif : Membeli Kebahagian”