Dari Hulu ke Hilir, SKT Serap Tenaga Kerja dan Konsisten Menjaga Stabilitas Perekonomian Nasional
Ketika roda perekonomian nasional terus bergerak.
Menyerap tenaga kerja,
Mengurangi pengangguran,
Mengatasi kemiskinan,
Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tidak dapat dipungkiri, ada peran kuat SKT sebagai produk asli Indonesia yang sejak lama konsisten menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Gambar : Flickr/CC
Sudah tidak terhitung jutaan masyarakat kita yang menggantungkan hidup dari industri kretek. Kretek adalah rokok khas buatan Indonesia. Terbuat dari perpaduan tembakau dan cengkeh ditambah dengan saus perasa. Asal usul nama “kretek” sendiri berasal dari suara rokok yang berbunyi “kretek-kretek” saat dihisap. Rokok ini sudah diproduksi sejak abad ke-19. Dan pada saat ini rokok kretek termasuk rokok yang cukup laris di Indonesia.
Kretek adalah industri paling kuat di Indonesia. Ketika krisis ekonomi melanda indonesia di tahun 1998, industri kretek tetap kokoh berdiri. Kekuatan industri kretek adalah karena ditopang oleh kondisi sosial budaya yang kuat. Kretek menjadi raja di rumahnya sendiri. Mulai dari bahan baku, tenaga dan pasarnya, berada di indonesia sendiri.
Di sekitar pusat keramaian, sering kita jumpai para pedagang asongan yang menjajakan rokok kretek. Ketika aroma khas kretek ini menyeruak, aroma khas nusantara begitu kental terasa. Pasalnya kretek berasal dari perpaduan tembakau dan cengkeh yang merupakan rempah-rempah khas nusantara. Apalagi kretek telah menjadi warisan nenek moyang kita yang sudah mengakar secara turun temurun. Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sejarah dan kebudayaan nusantara.
“Kretek itu bagian dari budaya kita, ada paduan racikan rempah yang diolah dan resep khas yang menambah cita rasa di setiap lintingannya”
Ratih Kumala. Penulis novel Gadis Kretek.
Dari pagi hingga petang, dari petang hingga fajar terbit di ufuk timur, para pedagang kecil ini berjuang mengais rezeki dengan menjajakan kretek demi memenuhi kebutuhan dapur keluarga. Kretek telah menjadi penopang utama pendapatan mereka. Menjadi andalan mereka untuk menghasilkan rupiah.
Pedagang kaki lima atau kios kecil di pinggir jalan hingga toko kelontong juga tidak luput menggantungkan penghidupan mereka dari berjualan kretek. Dari dulu hingga saat ini, keberadaan mereka cukup akrab di sekitar kita terutama kita yang berdiam di kota-kota besar. Tak pelak, para pelaku ekonomi kecil ini turut berjasa menyumbangkan kontribusi besar bagi perekonomian nasional.
Sumber Gambar : Flickr/CC
Pedagang asongan dan kaki lima merupakan salah satu diantara sebagian pekerjaan yang berada pada sektor informal. Sektor ini muncul sebagai bentuk usaha dari masyarakat yang tidak tertampung pada sektor formal disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara lapangan kerja dan jumlah pencari kerja.
Sektor informal memiliki peran besar di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Sektor ini memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran.
Data BPS mencatat jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang. Sementara itu hanya 57,18 juta orang atau 40,89% yang terserap dalam sektor formal. Sedangkan mayoritasnya atau lebih dari 59% di sektor informal.
Usaha kecil seperti pedagang asongan dan kaki lima adalah sektor informal yang paling terbuka dengan inklusivitas. Kita dapat melihat sendiri, banyak dari para pedagang kecil ini yang sudah lanjut usia, memiliki keterbatasan pendidikan serta penyandang disabilitas. Meski memiliki keterbatasan fisik, keterbatasan modal dan kurang mendapatkan perhatian pemerintah, mereka masih memiliki kemandirian dengan memilih untuk bekerja daripada menambah jumlah pengangguran di Indonesia yang sudah cukup banyak.
Sektor informal sangat berkaitan dengan sektor formal. Jika salah satu industri, misalnya industri kretek di sektor formal terganggu, maka sektor informal ini juga akan terkena dampaknya.
Dari Hulu ke Hilir, Sigaret Kretek Tangan (SKT)
Serap Banyak Tenaga Kerja
Keberadaan kretek sudah sejak lama konsisten memacu roda perekonomian nasional. Industri kretek menyerap begitu banyak tenaga kerja. Dari mulai penyediaan bahan baku, proses produksi hingga pemasaran.
Menurut catatan AMTI, total tenaga kerja yang diserap oleh ekosistem pertembakauan sebanyak 6,7 juta jiwa. Tenaga kerja tersebut terdiri atas: 4,28 juta adalah pekerja di sektor manufaktur dan distribusi. 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan dan 725.000 tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif.
Para pekerja di sektor perkebunan inilah yang menyediakan bahan baku berupa daun tembakau dan cengkeh untuk industri kretek. Hal yang perlu mereka perhatikan adalah bagaimana menjaga dan meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi mereka agar dapat diserap oleh industri dengan harga yang cukup baik, sehingga mampu memberi kesejahteraan kepada mereka, para petani.
Aktivitas para petani yang hilir mudik dengan membawa gulungan daun tembakau adalah aktivitas yang sering terlihat di daerah industri tembakau seperti di Kudus, Jepara dan lainnya.
Banyak dari para petani ini yang tetap setia menggantungkan harapan hidup dan masa depan anak- cucu mereka pada tembakau. Bagi mereka tembakau tidak hanya sekedar komoditas namun juga warisan dan budaya turun temurun dari leluhur mereka yang perlu dilestarikan.
Sumber Gambar : Flickr/CC
Menurut laporan BPS, sepanjang 2022 Indonesia telah memproduksi tembakau sebanyak 225,7 ribu ton. Sekitar 99,6% hasil perkebunan tembakau berasal dari perkebunan rakyat, yakni perkebunan yang dikelola masyarakat dengan skala usaha kecil. Sisanya merupakan perkebunan besar milik swasta dan negara.
Perkebunan tembakau tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Terdapat empat provinsi yang mempunyai populasi tanaman tembakau terluas yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat.
Setelah memanen tembakau selanjutnya petani akan melakukan proses pemilahan, perajangan, penjemuran sampai pada pengumpulan dalam satu bungkusan besar berbentuk persegi besar yang disebut satuan per bal tembakau.
Hasil perkebunan berupa tembakau ini kemudian diserap oleh para pelaku industri dari para petani untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku produk dari sektor IHT seperti SKT atau Sigaret Kretek Tangan.
SKT adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkeh dimana proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran sampai dengan pelekatan pita cukai dilakukan secara manual tanpa menggunakan mesin. Itulah mengapa, Sigaret Kretek Tangan (SKT) ini, sanggup menyerap tenaga kerja begitu banyak.
Sumber Gambar : Flickr/CC
Industri SKT merupakan industri padat karya. Sektor ini mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Didominasi oleh pekerja perempuan yaitu sekitar 97%, dimana rata-rata mereka ini memiliki peran ganda sebagai tulang punggung keluarga.
Penyerapan tenaga kerja di industri SKT telah menerapkan inklusivitas, dimana perempuan dari berbagai usia dan kalangan termasuk disabilitas dapat diserap sebagai pekerja.
Bila cukai terus dikerek naik, maka para pekerja inilah yang paling pertama terkena dampaknya. Sebab pengusaha rokok akan memilih menggunakan mesin dalam proses produksi ketimbang menggunakan tenaga mereka.
Keberadaan industri SKT tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, antara lain di daerah Kudus, Jepara, Klaten, Kediri, Malang, Mojokerto, Sleman Bantul, Cirebon, Majalengka dan masih banyak lagi. Keberadaan industri ini berhasil menggerakkan ekonomi wilayah setempat, meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan mengatasi kemiskinan.
Oleh karena itu, kita perlu menjaga keberlangsungan dan memberi perhatian pada sektor padat karya ini.
Kontribusi SKT Pada Pendapatan Negara
Selain mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, SKT juga memiliki kontribusi besar pada pendapatan negara lewat cukai.
Sudah ratusan trillun anggaran negara kita yang berasal dari cukai tembakau. Hingga tahun 2022, pendapatan pemerintah dari cukai ini terus meningkat seperti terlihat pada grafik.
Sebelumnya pada periode 2011-2021 realisasi pendapatan cukai hasil tembakau sudah meningkat 157% atau kira-kira 2,5 kali lipat. Kemudian penerimaan cukai hasil tembakau per semester 1 2022 sudah mencapai Rp 118 triliun, tumbuh 33,3% dibanding semester 1 tahun lalu.
Pendapatan pemerintah dari hasil cukai tembakau telah memberi manfaat nyata bagi masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, belanja kesehatan, pengentasan kemiskinan, perlindungan sosial, subsidi energi dan lain-lain.
SKT Konsisten Menjaga Stabilitas Perekonomian Nasional
Secara historis, industri kretek telah menjadi penyangga perekonomian nasional sejak lama. Pada saat terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, industri kretek mampu tetap kokoh berdiri menopang perekonomian nasional. Ketika gelombang PHK mengancam Indonesia di masa pandemi hingga awal 2022, industri tembakau melalui segmen SKT justru tetap menyerap tenaga kerja dalam dua tahun terakhir.
Hingga saat ini, SKT terus konsisten menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) melalui sektor IHT, menjadi satu diantara kontributor utama peningkatan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan secara umum menjadi penyumbang Produk Domestik Bruto PDB) nasional pada tahun lalu dengan pertumbuhan 5,64% secara tahunan atau year on year.
Pemerintah melaporkan capaian positif kondisi perekonomian nasional yang ditunjukkan melalui peningkatan sejumlah indikator. Satu diantaranya yaitu IKI yang meningkat 0,64% menjadi 51,54%. Peningkatan tersebut seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,31% sepanjang 2022. Ini adalah pencapaian tertinggi sejak 2014.
Kesimpulan
Dari dulu hingga saat ini, dari hulu hingga ke hilir, dapat kita lihat bagaimana SKT telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Dari penyerapan tenaga kerja hingga ke penerimaan negara.
SKT juga ikut membangun jaringan ekonomi yang luas dan memberi penghidupan pada jutaan masyarakat kita seperti pemilik toko atau warung-warung, kios-kios kecil hingga ke pedagang asongan.
Kretek memiliki nilai historis dan keunikan tersendiri pada rasa dan aromanya yang menjadikannya sebagai warisan budaya.
Maka sudah seyogyanya pemerintah dan kita semua, memberi perhatian dan menjaga keberlangsungan industri padat karya ini agar dapat terus berkontribusi pada perekonomian nasional di masa yang akan datang.
Sulit membayangkan, bagaimana jika industri ini lenyap seketika, Dipaksa hilang oleh kebijakan atau regulasi yang hanya mempertimbangkan satu sisi. Apalagi jika kita melihat belakangan ini pemerintah kian gencar menaikkan tarif cukai rokok.
Bagaimana nasib para petani, pelinting,dan para pedagang kecil ini ke depannya?
Atas dasar itulah segala kebijakan mengenai industri tembakau harus benar-benar dipertimbangkan secara matang, adil dan berimbang. Karena segala kebijakan yang menyulitkan industri ini dapat berdampak besar kepada jutaan masyarakat yang menggantungkan penghidupan pada industri ini.
Referensi :
- https://amti.id/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Keretek
- https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/17/99-produksi-tembakau-indonesia-berasal-dari-perkebunan-rakyat
- https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/muharrik/article/download/20/40
- https://www.beritasatu.com/ekonomi/2779968/pengangguran-turun-tetapi-banyak-tenaga-kerja-terserap-di-sektor-informal
- https://www.tribunnews.com/bisnis/2023/02/27/ekonom-minta-pemerintah-dukung-pemulihan-industri-hasil-tembakau-demi-stabilitas-ekonomi
Sumber Gambar/Sampul : Flickr/CC