
Di sekitar tempat tinggal saya, aktivitas berburu sampah organik masih terbilang unik. Mereka yang mau mengelola sampah organik, masih tergolong sedikit. Salah satu alasannya karena merasa jijik. Padahal dibalik sampah organik, ada berkah yang bisa dipetik.

-Asria Ali, Penulis dan Pembudidaya maggot di kabupaten Bogor, Jawa Barat
Maggot : Si Pengurai Sampah Organik

Hewan kecil itu bergerombol, menggeliat sembari menggerogoti tumpukan sampah organik. Ada sayur, ikan, nasi, buah, kue dan berbagai sisa makanan yang telah terbuang.
Sampah organik dalam jumlah besar, dapat dengan mudah kita temukan di lingkungan sekitar. Dari restoran maupun pasar.
Meskipun sampah ini mengeluarkan aroma tidak sedap, maggot akan memakannya dengan lahap. Tidak heran, timbunan sampah organik bisa habis dalam sekejap.


Maggot saat ini banyak dimanfaatkan untuk mengurai sampah organik dan sebagai pakan ternak yang bergizi.
Maggot mengandung berbagai nutrisi penting, seperti protein tinggi, lemak, abu, kalsium, mineral dan asam amino esensial yang lengkap.
Maggot adalah larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF). Lalat BSF dapat ditemukan di tempat-tempat yang banyak terdapat sampah organik.
Lalat ini berwarna hitam dan sekilas mirip seperti tawon. Lalat BSF memiliki siklus hidup yang relatif singkat yaitu sekitar 40 hari, dari telur hingga dewasa.

Dalam sehari, satu kilogram maggot bisa melahap hingga tiga kilogram sampah organik. Jika kita bisa memperbanyak penggunaan maggot, maka akan membantu mengurangi jumlah sampah yang tidak terkelola setiap harinya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Berdasarkan hasil input dari 313 kab/kota se-Indonesia menyebutkan jumlah timbunan sampah nasional yang tidak terkelola masih tinggi, yaitu 40,18 persen atau 13,6 juta ton/tahun. Sementara sisanya 59,82 persen atau 20,2 juta ton dapat terkelola.

Sementara itu, dari data komposisi sampah di Indonesia, jenis sampah sisa makanan masih menempati posisi tertinggi sebagai jenis sampah terbanyak.

Ya, memang ironis, disaat banyak makanan yang dibuang, masih banyak penduduk Indonesia yang menderita kelaparan. Sebagai catatan, Indonesia memiliki skor GHI (Global Hunger Index) sebesar 16,9 pada tahun 2024, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-3 di Asia Tenggara untuk tingkat kelaparan.
Skor GHI sendiri didasarkan pada nilai dari 4 indikator komponen. Yaitu: kekurangan gizi, stunting pada anak, berat badan anak yang kurang dan kematian anak.
Oleh karena itu, program MBG (Makan bergizi Gratis) yang sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini, diharapkan dapat mengurangi tingkat kelaparan di Indonesia.
Namun program MBG ini juga berpotensi meningkatkan timbunan sampah organik, sehingga perlu diantisipasi dengan pengelolaan sampah yang tepat. Salah satunya dengan budidaya larva lalat BSF atau yang biasa di sebut maggot. Maggot inilah yang bisa kita andalkan untuk mengurai sampah organik.

Mengapa Maggot?

Budidaya Maggot di Rumah

Beternak ayam dan ikan di rumah akhirnya mengantarkan saya pada maggot. Harga pakan di pasaran terkadang melambung tinggi, yang membuat saya berpikir untuk mencari pakan alternatif lain.
Sebelum menggeluti budidaya maggot, awalnya saya menganggap hewan ini tak ubahnya seperti larva lalat biasa yang sering berada di tempat kotor dan dapat membawa penyakit. Namun anggapan itu telah sirna bagaikan debu tertiup angin. Ternyata larva lalat BSF atau maggot ini, justru dapat menjadi sumber protein untuk ternak dan memiliki potensi yang luar biasa sebagai pengurai sampah organik.

Jika sebelumnya sampah dapur kerap saya olah untuk menjadi kompos, kini menjadi makanan maggot.
Budidaya Maggot ini terbilang cukup mudah dilakukan dan minim biaya serta tidak membutuhkan lahan yang luas.
Cukup di teras rumah dan menggunakan bahan seadanya, kita sudah bisa berbudidaya maggot.
Wadah untuk kandang maggot bisa berupa bak, baskom atau kotak berbahan plastik atau kayu. Kita juga bisa memanfaatkan barang bekas yang sudah tidak terpakai sebagai kandang maggot.

Secara sederhana, di bawah ini tahapan siklus budidaya maggot yang saya terapkan di rumah.
Lalat →

Telur →

Maggot →

Panen →

Pakan

Agar siklus ini tidak terputus, sebagian maggot kita biarkan berlanjut ke fase pupa agar berkembang menjadi lalat dan menghasilkan telur.
Manfaat Budidaya Maggot

Meski masih tergolong pemula dalam hal budidaya maggot, namun banyak manfaat yang telah saya peroleh. Salah satunya dalam pemanfaatan maggot sebagai pakan ternak.
Maggot saya manfaatkan sebagai pakan untuk ayam dan ikan-ikan yang saya budidaya di rumah, yaitu ikan patin, nila dan lele.
Hasilnya cukup menggembirakan. Kini saya bisa menghemat pengeluaran pakan harian. Bahkan untuk ikan, seperti ikan nila yang tergolong ikan omnivora, saya bisa mandiri pakan sama sekali.
Selain maggot saya juga berbudidaya tanaman seperti azolla, selada, kangkung dan daun pepaya yang juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Ini adalah upaya saya dalam menjaga ketahanan pangan rumah tangga dengan kemandirian pakan.

Maggot ini memiliki kualitas yang baik sebagai pakan ternak. Ayam-ayam dan ikan juga sangat antusias dan lahap makannya jika diberi maggot. Selain itu, limbah dari budidaya maggot bisa kita manfaatkan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanaman.
Jika jumlah maggot semakin melimpah, keuntungannya bisa semakin bertambah dengan menjual maggot dari rumah. Banyak peternak yang tertarik membeli maggot karena harganya yang lebih rendah dan kualitasnya yang lebih baik.
Masyarakat yang membeli maggot ini secara tidak langsung juga turut berkontribusi dalam mengurangi sampah organik loh.
Dari pengalaman saya, keunggulan pemberian maggot ke ikan, dapat membuat kualitas air kolam tetap terjaga. Air kolam tetap jernih dan tidak mudah keruh. Sehingga bisa menghemat pemakaian air di rumah. Selain itu juga dapat menekan biaya listrik dengan mengurangi penggunaan water pump untuk menyaring air.
Sementara sebagai pakan ayam atau unggas, maggot dapat kita jadikan sebagai pakan tambahan atau digabungkan dengan pakan lain seperti jagung dan bekatul untuk melengkapi kebutuhan nutrisi penting yang dibutuhkan ayam.
Beberapa peternak terkadang menggabungkan maggot dengan beberapa tanaman herbal tertentu untuk menjaga kesehatan unggas mereka agar tidak mudah terserang penyakit. Seperti jahe, kunyit, bawang putih dan daun pepaya.
Sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta, yaitu UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) bahkan berhasil menggabungkan Maggot dan Daun Meniran sebagai pakan ayam yang dapat mengatasi penyakit CRD.
UNY, Maggot dan Masyarakat

Solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan penyakit CRD yang sering menyerang ayam para peternak ini, digagas oleh sekelompok mahasiswa UNY (Universitas Negeri Yogyakarta). Mereka menciptakan pakan unggas berbahan dasar maggot dan ekstrak daun meniran. Pakan ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi unggas sekaligus sebagai solusi pengobatan penyakit CRD.

Pakan ini diberi nama Maggot and Meniran Farm Booster atau disingkat Master.

Master mengandung nutrisi tinggi berupa asam amino esensial yang mendukung pertumbuhan tulang, otot dan bulu yang optimal pada unggas.
Selain itu, kandungan senyawa fenolik pada ekstrak daun meniran mampu menyembuhkan penyakit CRD
Penyakit CRD (Chronic Respiratory Disease) adalah penyakit pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma Gallisepticum. Penyakit ini mudah menular dan dapat menyebabkan masalah pada sistem pernapasan ayam dengan gejala seperti ngorok, keluarnya lendir pada hidung, bengkak dan berair pada mata dan penurunan nafsu makan.
Penyakit CRD inilah yang paling sering menjangkiti ayam-ayam saya . Penyakit ini membuat ayam enggan makan sehingga bobotnya menurun dratis. Dan jika terjadi pada ayam petelur, dampaknya cukup merugikan, yaitu keterlambatan bertelur dan merosotnya produksi telur.

Dengan adanya pakan yang dapat mengatasi penyakit CRD ini, tentunya dapat membantu para peternak yang sering mengalami permasalahan serupa. Apalagi dengan memanfaatkan maggot sebagai pakan ternak, dapat mengurangi jumlah sampah organik yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini tampaknya disadari betul oleh para Mahasiswa UNY yang menciptakan pakan Master.
UNY tampaknya sering melakukan kegiatan yang terkait maggot bersama masyarakat, khususnya dalam konteks pengelolaan sampah organik. Kegiatan ini antara lain:
1. Pelatihan Budidaya Maggot

Fakultas MIPA UNY memberikan pelatihan budidaya maggot kepada masyarakat di Pengasih, Kulon Progo (Foto: UNY)
2. KKN dan Sosialisasi
KKN UNY juga aktif mengadakan sosialisasi pengelolaan sampah organik melalui budidaya maggot. Seperti yang dilaksanakan di desa Beteng Klaten serta di Dusun planggok.

3. Inovasi Berkelanjutan

Program pengabdian yang dijalankan UNY tampak selalu relevan dengan kebutuhan masyarakat. Seperti saat memberikan sosialisasi dan pelatihan Maggot kepada warga Dusun Planggok yang sebagian besar warganya pembudidaya lele, sehingga mereka dapat memanfaatkan maggot sebagai pakan lele mereka.
Program-program yang dijalankan UNY juga mampu memberikan solusi inovatif. Seperti dengan menciptakan pakan yang dapat mengatasi penyakit CRD pada ayam dan program INNOBERGO (Inovasi Berkelanjutan Budidaya Maggot) di Padukuhan Sawahan yang berfokus pada Ibu-Ibu yang sering mengalami masalah sampah organik rumah tangga. Dengan inovasi dan sosialisasi maggot ini, UNY tak hanya memberikan solusi untuk masalah sampah organik dan permasalahan penyakit pada ternak, namun juga dapat memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Selama menggeluti budidaya maggot, ada berbagai tantangan yang kerap saya hadapi. Salah satunya adalah masih banyaknya masyarakat kita yang abai dalam memilah sampah. Sampah organik bercampur dengan sampah anorganik adalah hal yang lazim saya temui di lapangan. Tantangan lainnya adalah dalam menghadapi stigma negatif sebagian masyarakat yang masih menganggap maggot ini sebagai hewan yang kotor dan menjijikkan.
Oleh karena itu, saya merasa bersyukur dengan adanya berbagai program dan kegiatan-kegiatan UNY terkait maggot. Hal ini tentunya dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam memilah sampah dan mengubah pandangan mereka terhadap maggot. Dengan demikian masyarakat dapat tertarik berbudidaya maggot dan mendapatkan manfaatnya, baik dari segi lingkungan maupun ekonomi.
Dan masyarakat akhirnya menyadari bahwa ada berkah yang bisa dipetik dari si pengurai sampah organik.
Sumber/Referensi:
- https://uny.ac.id/id/berita/pakan-unggas-dari-maggot-dan-daun-meniran
- http://www.desa-beteng.klaten.jatengprov.go.id/index.php/artikel/2023/11/27/kknr-uny-2023-adakan-sosialisasi-pengolahan-sampah-organik-melalui-budidaya-maggot-di-desa-beteng
- https://www.globalhungerindex.org/indonesia.html
- https://sawahansidomoyo.web.id/berita/berita-innobergo-inovasi-berkelanjutan-budidaya-maggot