Langit cerah. Cahaya matahari turun menggapai tanah. Pada sebuah pasar, di atas emperan ruko, di dalam lapak yang masih sepi, mataku tak berkedip mengamati ritual seorang pria yang menempati lapak sebelah kananku.

Badrul tampak khusyuk. Duduk bersila dengan mulut komat-kamit. Mungkin baca mantra atau pura-pura baca mantra. Matanya terpejam lalu tiba-tiba terbelalak menatap pelanggannya yang duduk berdebar. Menunggu keajaiban atau kabar baik dihembuskan dari mulut Badrul. Dan Badrul pun bergaya bak orang sakti. Sesekali manggut-manggut. Wajahnya kelihatan suci dengan peci bulat dan jenggot tipis yang senantiasa dielus.

Cerpen Islami : Mantra Ajaib Badrul

Tak ada lagi tempat di los pasar ini hingga aku merasa terjebak menggelar daganganku disebelahnya. Kitab suci, kopiah, peci, buku agama, tasbih, yang selalu menemaniku duduk tafakur menunggu pembeli tentu tak layak bersanding dengan segala macam ajimat penolak bala, mantra penglaris, perlancar rejeki, mudah jodoh, santet, pelet dan lain-lain. Seperti terpampang pada triplek tipis yang berdiri di atas tikar Badrul.

Setengah hariku bergulir bagai siput yang sekarat. Matahari selalu enggan beranjak. Seperti memberi waktu luang lebih lama untuk mataku terpanggang menyaksikan ritual sesat itu.

Cerpen Islami: Mantra Ajaib Badrul

Jika tubuhku masih kuat berjalan di bawah sengat matahari, mungkin aku akan kembali menyusuri kampung. Buntalan dagangan di belakang bahu siap menyapa dari rumah ke rumah. Namun tubuhku terlalu lemah menerima pergantian panas dan dingin hujan yang seringkali datang tiba-tiba. Aku pun tak kuasa menghapus resah mungkin bercampur iba di wajah istriku kala itu. Adalah kebahagiaan baginya mengetahui aku mendapat tempat teduh disini dengan atap ruko yang memayungi.

Belum lama berselang Badrul beralih profesi. Dulunya dia pedagang macam aku. Tapi sepertinya dia tidak tahan dengan pendapatannya yang tipis.

“Kaya itu menjadi wajib hukumnya kawan, karena Ka’bah itu jauh sekali di seberang sana, tidak bisa ditempuh dengan berjalan kaki” ucapnya berseloroh.

Jika kemarin di lapaknya hanya tergelar kopiah, kitab suci dan buku agama, sekarang ditambah kertas-kertas putih tergulung yang konon berisi mantra ajaib.

Melihat profesinya yang sekarang, meletuplah emosi di dadaku. Kualitas keimananku sebagai sesama lulusan pesantren bagai dipertanyakan. Batinku geram. Bagi sebagian orang nyatanya agama dianggap tak cukup mempan mengatasi semua masalah. Belum cukupkah Tuhan sebagai tempat mengadu?

Namun nyatanya sampai saat ini, tak ada yang mampu kulakukan selain mengumpat dalam hati, beristigfar, berzikir sebanyak-banyaknya. Berharap kebangkrutan untuk Badrul. Kiamat kecil yang dapat membuatnya jera menumpuk dosa.

Cerpen Islami : Mantra Ajaib Badrul

Semakin hari nyatanya lapak Badrul semakin dirubung. Pelanggan Badrul sepertinya puas hingga selalu kembali dan membawa pelanggan baru. Badrul menjadi dewa penolong yang dipercaya mampu membuat orang bahagia sekaligus mampu membuat orang yang dibenci menderita.

Aku tak henti menggelengkan kepala. Bagaimana bisa Badrul yang menurut sepengetahuanku tidak memiliki kesaktian apapun bisa dianggap mujarab mantranya. Faktanya orang-orang itu nampak puas. Mereka datang lagi dan lagi. Mereka membentuk antrian yang memanjang dan menebal, meruncing di depan lapakku. Membuat daganganku tenggelam, tersembunyi oleh kaki-kaki mereka.

Semakin sore semakin banyak yang datang seiring semakin gencarnya mulut badrul berdesis. Entah apa yang dibacanya. Sebuah kertas putih tampak digulung rapi, lalu diberikan kepada pelanggan di depannya disertai amanah dari mulutnya “Bacalah setiap saat, dengan kesungguhan dan keyakinan, InsyaAllah segala hajatmu terkabul”

Cerpen Islami: Mantra Ajaib Badrul

Pasar menjadi saksi. Daganganku semakin hari semakin menyepi. Jauh dari pandangan orang –orang pasar. Hanya dibulan ramadhan aku bisa memetik sedikit untung yang lumayan untuk kopiah dan peci. Di hari biasa seperti ini, aku sudah cukup bersyukur jika dapat membawa pulang sedikit uang untuk sekedar lauk pauk dan nasi yang harus mengisi perut anak dan istriku di rumah. Tak jarang Badrul mengacungkan beberapa lembar ribuannya kepadaku. Namun serta merta kutepis tangannya. “Aku hanya ingin makanan halal yang diperoleh dengan jalan halal, bukan dengan jalan bersekutu dengan setan,” tolakku kasar. Badrul cuma terbahak.

Sore ini aku hanya bisa mengelus dada. Cuma dua buah kitab suci dan satu tasbih yang laku terjual. Itu pun dibeli oleh pelanggan Badrul. Entah untuk apa, toh mereka sudah mengkhianati Tuhan. Ketika usai membereskan barang daganganku dan bergegas pulang, Badrul sempat menepuk bahuku dari samping sebelum kami berpisah di mulut pasar.

“Aku punya mantra khusus yang jika dibaca dan diamalkan mampu mendatangkan rejeki berlipat-lipat, apa kamu juga kepingin?” katanya.
Aku membuang ludah ke tanah.

Cerpen Islami: Mantra Ajaib Badrul

Ada satu hal yang tak pernah berubah dari manusia satu ini, dia senantiasa diselimuti misteri. Tingkahnya selalu aneh dan ajaib. Kesendirian tanpa keluarga memberinya banyak pilihan untuk mengubah jalan hidupnya. Termasuk ketika meninggalkan pengajian rutin untuk kemudian terlibat dalam ritual seperti itu.

Aku mengenal Badrul sejak lama. Sejak aku belum menikah dan mulai aktif dalam pegajian yang digelar Kyai Hasyim. Kyai pemimpin pondok pesantren yang sangat kami segani dan hormati. Aku melihat Badrul kala itu sebagai seorang yang kritis dan nyentrik. Pertanyaan ganjil selalu dilontarkan oleh mulutnya. Satu hal yang membuatku takjub sampai saat ini: dia tetap rajin shalat di mesjid yang jauh dari rumahnya itu.

Dia menyadari ataukah tidak, aku tidak mau lagi ambil pusing. Sepertinya dia sudah enggan berdebat soal agama denganku. Aku katakan dia sudah musyrik, kafir dan bersekutu dengan iblis jadi tidak perlu lagi ibadah itu. Dia hanya tertawa terbahak-bahak.

Ahmad teman dekat Badrul kala di pesantren berkata padaku beberapa hari yang lalu, “Badrul sangat layak menjadi pengganti Kyai Hasyim. Karena pendalaman agamanya begitu luas. Hapalan Al Qurannya bagus. Dia pun fasih berbicara dalam bahasa arab. Entah kenapa tiba-tiba berbelok seperti itu, menjadi dukun terkutuk”.

Pikirku Badrul telah putus asa dengan kemiskinan yang menjeratnya jadi mencari jalan pintas seperti itu. Di kampung ini memang banyak sekali warga yang sering sekali mendatangi dukun untuk mengatasi masalahnya. Dan biasanya mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang berapapun jumlahnya. Walaupun aku biasa melihat Badrul menolak uang pemberian pelanggannya tapi aku merasa itu hanya semacam taktik semata. Karena toh dagangan Badrul nyatanya selalu habis terjual. Buku-buku, kitab suci, tasbih, semua laris diborong oleh pelanggannya itu.

Cerpem Islami : Mantra Ajaib Badrul

Awal Badrul memulai profesi barunya itu, aku meninju bahu kirinya geram. “Kamu sudah murtad ya ?serangku. “Kamu sudah mengkhianati Kyai Hasyim, begitu jauh kau menyimpang dari ajaran beliau”.

Waktu itu dia cuma tersenyum kecut sambil membalas tudinganku “urusan murtad tidak ada hubungannya dengan Kyai Hasyim kawan, itu urusan hamba dengan yang di atas” katanya dengan kepala mendongak langit.

“Ini semacam panggilan batin”. ucapnya tenang dengan raut yakin lalu berlalu begitu saja setelah mengucapkan salam.

Sekilas aku menangkap pancaran biru di sorot matanya kala itu. Dan hingga kini aku tak mampu mengartikan pancaran biru itu.

Cerpen Islami: Mantra Ajaib Badrul

Awan hitam tampak bergumpal-gumpal di atas langit. Pagi menjadi terasa lembab dan dingin karena matahari tertutupi gumpalan pekat kegelapan. Pasar menjadi lebih sepi dari biasanya. Tapi tetap tidak menyurutkan semangatku menjemput rejeki.

Tak tampak Badrul duduk bersila. Biasanya sepagi ini mulutnya sudah komat-kamit. Aku tidak ingin memikirkannya. Aku membentangkan terpalku. Dan mengatur sedemikian rupa barang-barang daganganku diatasnya.

Aku membayangkan laporanku tentang Badrul dalam pengajian rutin itu telah mengundang amarah para santri dan juga alumni pesantren. Mereka berencana akan mengusir Badrul pagi ini dari kampung. Jika tidak, mereka akan merajamnya. Apalagi hukuman yang pantas buat santri yang telah menyekutukan Tuhan dan membuat malu pesantren tempatnya dulu mondok?

“Assalamu alaikum,” seorang pria yang tak kukenal menyapaku
“Waalaikum salam.”
“Mau tanya Bang, apakah Abang disini tidak datang hari ini.” Pria itu menunjuk lapak Badrul yang kosong.
“Mungkin tidak” jawabku yakin
“Ah, sayang sekali ,” ucapnya sambil membuka sebuah gulungan kertas putih yang konon berisi mantra ajaib.

“Saya cuma mau mengucapkan rasa terima kasihku atas pertolongannya kemarin” ucapnya lagi sambil menyodorkan kertas itu kepadaku.

“Setelah membaca tulisan ini dan mengamalkannya, saya betul-betul merasakan kedamaian. Semua dendam saya kepada musuh saya itu sirna begitu saja. Padahal waktu ke sini kemarin, saya betul-betul sudah ingin agar musuh saya itu kena santet, menderita atau setidaknya mampus. Tapi wejangan Bang Badrul ini betul-betul manjur Bang. Bisa meredakan amarah saya. Sama manjurnya ketika dia memberi saya amalan untuk penglaris toko saya. Padahal amalan itu sebetulnya sama saja, tak ada bedanya dengan yang diajarkan oleh agama saya. Cuma itu Bang, saya sudah lama meninggalkan ajaran agama saya. Saya jarang berdoa, jarang ibadah.”

“Sekarang saya tobat bang, saya ingin lebih dekat kepada Allah, seperti nasihat bang Badrul.”

Cerpen Islami : Mantra Ajaib Badrul

Di atas kertas putih itu tertulis rapi sekumpulan doa-doa berikut tulisan tangan , wejangan dan nasihat-nasihat agama, pentingnya berserah diri kepada khalik dan menjauhi larangan-larangannya . Doa itu sebenarnya sudah tidak asing bagiku, doa yang sering kubaca tapi jarang kuresapi maknanya.

Lamat-lamat awan hitam yang tadi menutupi langit tersibak. Pekat menghilang. Fajar membentang menerangi lapak Badrul yang kosong. Pelanggan Badrul mulai datang satu persatu. Dengan wajah penuh harapan. Aku tercenung menatap langit cerah di depan sana. Biru. Seperti cahaya yang aku ingat terpancar dari mata Badrul kala itu.(*)

Baca : Cerita Inspiratif ‘Membeli Kebahagian’

Baca : Cerpen : Dusun yang semakin jauh

Asria Ali

Sedang menulis

Artikel yang Disarankan